Mencoba Mengabdikan Kehidupanku

Kamis, 07 April 2016

Miris..Begini Nasib Supir Taksi Dijadikan Sapi Perahan Perusahaan

Demonstrasi Taksi Blue Bird


Setelah tiba di Bandara Soekano-Hatta, saya putuskan gunakan jasa taksi blue bird untuk pulang ke rumah, di Kedoya, Jakarta Barat. Hampir setengah jam lebih menunggu, saya baru bisa masuk ke taksi berlogo burung elang itu. Sambutan ramah langsung saya terima setelah duduk di dalam mobil.

“Selamat malam, bapak mau di antar kemana,” ucap supir dengan ramah, “Ke Kedoya,” jawab saya.

Awal yang baik, mungkin ini imbas perbaikan citra blue bird setelah demonstrasi besar-besaran supir taksi konvensional pada 22/07/2016.

Seperti ramai diberitakan media massa Indonesia saat itu, demonstrasi besar-besaran tersebut tak hanya melibatkan sopir taksi tapi juga seluruh awak kendaraan umum konvensional. 

Pemicunya karena kehadiran layanan transportasi berbasis aplikasi seperti, uber, grabcar, dan gojek yang lebih popular digunakan masyarakat.

Dampaknya penghasilan para awak transportasi umum konvensional turun drastis, termasuk juga omzet perusahaan kendaraan umum konvensional.

Dalam demonstrasi itu terlihat beberapa supir taksi blue bird bertindak anarkis. Ada yang memberhentikan pengendara gojek lalu menganiayanya. Mereka juga memberhentikan taksi blue bird lain yang tak ikut demonstrasi, memaksa penumpang turun, dan mengajak supir itu untuk ikut berunjuk rasa.

Aksi brutal para supir taksi blue bird disiarkan  langsung stasiun televisi Indonesia. Tak butuh waktu lama para pengguna internet langsung ramai-ramai mencibir taksi blue bird. Citra grup taksi berawana biru itupun seakan runtuh pada saat itu.

Mungkinkah keramahtamahan supir taksi yang mengantarkan saya pulang ke rumah, adalah salah satu cara untuk memperbaiki citra blue bird yang sudah tercoreng?

Saya lalu mencoba berbincang lebih jauh dengan sang supir, sebut saja “Andi”. Dari hasil obrolan itu terdapat fakta betapa mengenaskannya nasib supir taksi blue bird.

Mereka harus mengejar setoran Rp 1.200.000/ hari, sementara biaya operasional taksi seperti bensin dan tol di tanggung supir. 

“Percaya gak percaya saya mulai mencari penumpang mulai dari pukul 3 pagi. Sampai sekarang baru dapat Rp 600.000-an, padahal saat ini sudah sekitar pukul 20.00 WIB,” ujarnya dengan getir.

Berbeda dengan teman-temannya Andi tidak ikut demonstrasi karena sedang kena musibah –jatuh dari atas genteng. Menurutnya percuma saja demonstrasi karena tidak akan menghasilkan apa-apa.

Andi bahkan mengatakan kalau dirinya sudah tidak punya pilihan lain karena sudah terlilit utang perusahaan.

“Saya mau keluar dari perusahaan juga susah, karena jika berhenti saya harus membayar hutang 17 juta kepada perusahaan, “kata Andi

Hutang tersebut adalah akumulasi dari jumlah uang setoran yang kurang selama ia menjadi supir taksi blue bird.

Jika bagi hasil di uber dan grabcar sangat menguntungkan supir dengan persentasi 80 persen untuk supir, dan 20 persen perusahaan aplikasi. Nasib mengenaskan justru harus ditanggung supir taksi.

Mereka hanya dapat 10 persen dari argo setiap penumpangnya. Misalkan ada penumpang bayar ongkos taksi Rp 500.000 maka supir taksi hanya mendapat Rp 50.000.

“Yang diberitakan koran-koran tentang penghasilan supir taksi itu benar mas, kita hanya dapat sepuluh persen saja,” ujar Andi.

Dari obrolan tersebut tergambar betapa tertekannya supir taksi khususnya blue bird. Pembagian hasil yang tidak berprikeadilan dan setoran tinggi, membuat mereka tidak tahu harus berbuat apa-apa.

Namun sebenarnya bukan hanya nasib sopir yang terancam. Perusahaan taksi konvensionalpun hanya tinggal menunggu waktu saja untuk hancur jika tidak berubah.










Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Stats

Diberdayakan oleh Blogger.

Your Comment

Followers

Text Widget

Copyright © Mikhael Wr Blog | Powered by Blogger Design by PWT | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com